Rabu, 23 Juli 2008

Kamis, 24 Juli 2008 | 07:58 WIB

SAMARINDA - Murid-murid sekolah maupun jamaah Majelis Taklim Annisa yang dijalankan Noorsyaidah di Sengatta, Kutai Timur (Kutim), nampaknya harus terus bersabar menunggu kepulangan Noor.

Pasalnya, penderita penyakit aneh (kawat-kawat tumbuh dari perut dan dadanya) itu masih akan menunda kepulangannya ke tempat dia menyalurkan profesinya sebagai seorang guru itu, hingga batas waktu yang tidak ditentukan.

Selain karena masih menerima sejumlah tamu di rumah kakak kandung perempuannya di Jl Merdeka III, Samarinda, yang datang untuk memberikan simpati terhadap dirinya, penundaan itu juga oleh karena adik bungsu Noor yang tinggal di Tarakan, baru saja tiba di Samarinda untuk menjenguk

"Belum tahu pasti kapan Bu Noor pulang. Tapi pasti akan pulang ke Sangatta, karena di Samarinda dia sudah cukup lama tinggal, sedangkan di Sangatta Bu Noor sudah ditunggu orang banyak, khususnya murid-muridnya di sekolah tempat dia mengajar, yang terus mogok tak mau masuk kalau bukan Bu Noor yang mengajar," kata Safriansyah, kakak Noor memberikan keterangan.

Sekadar diketahui, memang diinformasikan Noor akan kembali ke Sengatta, Rabu (23/7) kemarin. Namun karena Noor merasa masih banyak yang ingin datang dan bertemu langsung dengan dirinya, sehingga kepulangannya itu tertunda lagi.

"Sebenarnya adik saya ini datang ke Samarinda ingin berlibur saja, kan kemarin selama PON bertepatan dengan libur anak-anak sekolah. Namun karena tereksposenya seperti ini, lalu banyak orang yang datang ke rumah dan ingin bertemu dengan Noor, sehingga Noor sendiri ngomong gak enak dan kasihan kalau ada orang yang mengunjungi dia itu, terus dia sendiri tak ada di tempat atau sudah kembali ke Sengatta," kata Siti Robiah, kakak Noor.

Memang selama penyakit aneh yang diderita Noor itu dilaporkan pertama kali dan secara eksklusif oleh Tribun Kaltim, para pejabat, keluarga, kolega atau teman-teman Noor hingga masyarakat umum banyak yang mengunjungi Noor. Bahkan sempat Isteri Wakil Presiden (Wapres) RI, Mufidah Jusuf Kalla menjadwalkan menjenguk Noor, namun akhirnya batal karena alasan teknis.

Tujuan mereka berkunjung pun berbeda-beda, ada yang hanya ingin melihat penyakit aneh yang diderita Noor selama 17 tahun itu, menawarkan pengobatan medis, hingga mencoba-coba untuk menyembuhkan Noor dengan cara nonmedis atau kekuatan supranatural. (muhammad khaidir)

Hasil Sementara PILKADA JATIM (Kompas)

Rabu, 23 Juli 2008 | 20:12 WIB

KEDIRI, RABU - Pemilih Golput menjadi "pemenang" dalam Pilkada gubernur Jawa Timur periode 2008-2013 yang digelar 23 Juli 2008. Angka golput jauh melebihi perolehan suara lima kandidat yang bertarung dalam pilkada.

Berdasarkan pantauan Kompas di Kota dan Kabupaten Kediri, Jawa Timur, jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya dengan datang ke tempat pemungutan suara rata-rata hanya 60 persen dan paling tinggi sekitar 70 persen.

Jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya mencapai angka 30-40 persen. Itu belum termasuk surat suara yang tidak sah karena unsur kesengajaan dari pemilih. Jika jumlah suara tidak sah dimasukkan dalam kategori golput, maka angkanya lebih besar.

Bandingkan dengan hasil penghitungan cepat yang dilakukan sejumlah lembaga, termasuk Litbang Kompas. Hasilnya menunjukkan, angka terakhir perolehan suara menempatkan pasangan Soekarwo - Saifullah Yusuf di urutan pertama dengan peroleh suara 25,5 persen. Sementara, pasangan Khofifah Indar Parawansa dan Mudjiono di tempat kedua dengan perolehan suara sebesar 25,3 persen.

Tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan langsung gubernur Jawa Timur periode 2008-2013 yang digelar 23 Juli 2008, lebih rendah dibandingkan dengan pemilihan legislatif dan pemilihan presiden tahun 2004 lalu. Sebaliknya, angka golput meningkat secara signifikan.

Angka golput yang mencapai 40 persen ini jauh lebih besar dibandingkan dengan angka golput pada saat pemilu legislatif dan pilpres 2004 lalu di Kota Kediri dimana angkanya hanya 20 persen. Itupun sudah termasuk surat suara tidak sah yang dikategorikan sebagai golput.

Sebagai gambaran, di TPS 07 Kelurahan Rejomulyo Kota Kediri, dari 361 pemilih yang terdaftar, hanya 213 yang hadir. Sebanyak 148 orang atau sekitar 40 persennya tidak hadir. Di TPS 01 Kelurahan Pakunden Kecamatan Pesantren juga hampir sama. Dari 352 pemilih yang terdaftar, yang hadir ke TPS hanya 252. Dengan demikian jumlah pemilih yang tidak menggunakan haknya 100 orang atau sekitar 28 persen.

Anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Kediri Bidang Sosialisasi Taufik mengatakan gejala rendahnya antusiasme masyarakat menyambut pesta demokrasi lima tahunan, sebenarnya sudah terlihat sejak dilakukannya pemutakhiran data pemilih.

Masyarakat yang belum terdaftar dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS) tidak proaktif mendaftarkan diri. Justru perangkat desa setempat yang proaktif. Itupun hasilnya kurang maksimal.

Menurut Taufik ada dua faktor yang menyebabkan tingginya golput dan rendahnya partisipasi masyarakat dalam pilgub Jatim yakni faktor teknis dan non teknis. Faktor teknis adalah kurangnya sosialisasi karena terbatasnya anggaran.

KPUD hanya melakukan sosialisasi tiga kali di tiga kecamatan di Kota Kediri ditambah satu kali sosialisasi di tempat umum. Selebihnya, KPUD melakukan sosialisasi apabila ada permintaan dari instansi tertentu atau lembaga swadaya masyarakat.

Faktor teknis ini penting tapi kurang signifikan. Faktor penentu terbesar adalah non teknis yakni perasaan putus asa atau apatis masyarakat terhadap penyelenggaraan pemilihan pemimpin secara langsung akan menghasilkan pemimpin yang bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Mereka tampaknya trauma pada pemilu presiden tahun 2004 lalu dimana hasil dari pemilihan itu ternyata tidak berdampak signifikan pada perubahan nasib rakyat. Harga-harga kebutuhan pokok tetap naik dan pekerjaan sulit.

Pengalaman serta sistem yang terbentuk selama ini telah menghegemoni pemikiran mereka sehingga melahirkan sikap yang skeptis dan apatis. Toh walaupun saya tidak memberikan suara, tidak ada pengaruhnya terhadap pasangan calon yang jadi, katanya.